Bimbingan Belajar: Bimbingan untuk Anak yang Berperilaku Bermasalah




A.         Pengertian Anak Berperilaku Bermasalah. 
Dalam kehidupan anak di sekolah tidak semua dapat melihat dan merasakan bahwa di antara anak ada yang telah atau sedang menghadapi masalah dan ada yang masih gejala, bahkan bagi anak sendiri juga banyak yang tidak tahu bahwa dirinya sedang bermasalah. Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan “pengertian berperilaku bermasalah”. Perilaku bermasalah adalah tingkah laku siswa yang menyimpang dari kebiasaan-kebiasaan temannya. Lebih lanjut dikatakan apabila anak tiba-tiba tidak dapat melakukan apa-apa juga merupakan indikasi bahwa anak mengalami masalah yang segera harus ditangani gurunya.
Salah satu kesulitan memahami perilaku bermasalah ialah karena perilaku tersebut tampil dalam perilaku menghindar atau mempertahankan diri. Dalam psikologi perilaku ini disebut “mekanisme pertahanan diri” karena dengan perilaku tersebut individu dapat mempertahankan diri atau menghindar dari situasi yang menimbulkan ketegangan.
Penggunaan mekanisme pertahanan diri dalam diri anak sebenarnya dikatakan normal apabila dalam taraf yang tidak berlebihan (apabila mekanisme pertahanan diri dalam taraf berlebihan disebut neurotik). Sebab tujuan dari mekanisme pertahanan diri adalah untuk melindungi ego dan mengurangi kecemasan yang setiap saat diperlukan setiap orang terutama pada anak-anak.

B.    Bentuk-bentuk Perilaku Bermasalah
1.       Masalah bagi dirinya sendiri
a.       Rasionalisasi
Perilaku rasionalisasi ditunjukkan dalam bentuk memberikan penjelasan atau alasan yang dapat diterima oleh akal, tapi pada dasarnya bukan penyebab nyata karena dengan penjelasan tersebut individu bermaksud menyembunyikan latar belakang perilakunya.
b.       Menghukum diri sendiri
Perilaku ini tampak dalam wujud mencela diri sendiri dari penyebab utama dari kesalahan atau kegagalan. Perilaku ini terjadi karena individu cemas bahwa orang lain tidak akan menyukai kiranya dia mengkritik orang lain. Orang seperti ini memiliki kebutuhan untuk diakui dan disukai amat kuat.
c.       Represi
Represi didefinisikan sebagai upaya individu untuk menyingkirkan frustrasi, tekanan, konflik batin, mimpi buruk, krisis keuangan dan sejenisnya yang menimbulkan kecemasan. Bila represi terjadi, hal-hal yang mencemaskan itu tidak akan memasuki kesadaran walaupun masih tetap ada pengaruhnya terhadap perilaku. Jenis-jenis amnesia tertentu dapat dipandang sebagai bukti akan adanya represi. Tetapi represi juga dapat terjadi dalam situasi yang tidak terlalu menekan. Bahwa individu merepresikan mimpinya, karena mereka membuat keinginan tidak sadar yang menimbulkan kecemasan dalam dirinya. Sudah menjadi umum banyak individu pada dasarnya menekankan aspek positif dari kehidupannya. Beberapa bukti, misalnya:
Ø Individu cenderung untuk tidak berlama-lama untuk mengenali sesuatu yang tidak menyenangkan, dibandingkan dengan hal-hal yang menyenangkan. Individu akan membuang memori tentang hal tidak menyenangkan dari otaknya.
Ø Berusaha sedapat mungkin untuk tidak melihat gambar dan mengingat-inget kejadian yang menyesakkan dada.
Ø Lebih sering mengkomunikasikan berita baik daripada berita buruk.
Ø Lebih mudah mengingat hal-hal positif daripada yang negatif.
Ø Lebih sering menekankan pada kejadian yang membahagiakan dan enggan menekankan yang tidak membahagiakan.
d.       Fantasi
Dengan berfantasi pada apa yang mungkin menimpa dirinya, individu sering merasa mencapai tujuan dan dapat menghindari dirinya dari peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, yang dapat menimbulkan kecemasan dan yang mengakibatkan frustrasi. Individu yang seringkali melamun terlalu banyak kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunannya itu lebih menarik dari pada kenyataan yang sesungguhnya.Tetapi bila fantasi ini dilakukan secara proporsional dan dalam pengendalian kesadaraan yang baik, maka fantasi terlihat menjadi cara sehat untuk mengatasi stres, dengan begitu dengan berfantasi tampaknya menjadi strategi yang cukup membantu
e.     Denial (menyangkal kenyataan)
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
f.       Fiksasi
Dalam menghadapi kehidupannya individu dihadapkan pada suatu situasi menekan yang membuatnya frustrasi dan mengalami kecemasan, sehingga membuat individu tersebut merasa tidak sanggup lagi untuk menghadapinya dan membuat perkembangan normalnya terhenti untuk sementara atau selamanya. Dengan kata lain, individu menjadi terfiksasi pada satu tahap perkembangan karena tahap berikutnya penuh dengan kecemasan. Individu yang sangat tergantung dengan individu lain merupakan salah satu contoh pertahan diri dengan fiksasi, kecemasan menghalanginya untuk menjadi mandiri. Pada remaja dimana terjadi perubahan yang drastis seringkali dihadapkan untuk melakukan mekanisme ini.
g.    Supresi
Supresi merupakan suatu proses pengendalian diri yang terang-terangan ditujukan menjaga agar impuls-impuls dan dorongan-dorongan yang ada tetap terjaga (mungkin dengan cara menahan perasaan itu secara pribadi tetapi mengingkarinya secara umum). Individu sewaktu-waktu mengesampingkan ingatan-ingatan yang menyakitkan agar dapat menitik beratkan kepada tugas, ia sadar akan pikiran-pikiran yang ditindas (supresi) tetapi umumnya tidak menyadari akan dorongan-dorongan atau ingatan yang ditekan (represi).
h.       Konformitas
Perilaku ini ditunjukkan dalam bentuk menyelamatkan diri dengan atau terhadap harapan-harapan orang lain. Dengan memenuhi harapan orang lain, maka dirinya akan terhindar dari kecemasan. Orang seperti ini memiliki harapan sosial ketergantungan  orang lain.
i.         Regresi
Regresi merupakan respon yang umum bagi individu bila berada dalam situasi frustrasi, setidak-tidaknya pada anak-anak. Ini dapat pula terjadi bila individu yang menghadapi tekanan kembali lagi kepada metode perilaku yang khas bagi individu yang berusia lebih muda. Ia memberikan respons seperti individu dengan usia yang lebih muda (anak kecil). Misalnya anak yang baru memperoleh adik, akan memperlihatkan respons mengompol atau menghisap jempol tangannya, padahal perilaku demikian sudah lama tidak pernah lagi dilakukannya. Regresi barangkali terjadi karena kelahiran adiknnya dianggap sebagai krisis bagi dirinya sendiri. Dengan regresi (mundur) ini individu dapat lari dari keadaan yang tidak menyenangkan dan kembali lagi pada keadaan sebelumnya yang dirasakannya penuh dengan kasih sayang dan rasa aman, atau individu menggunakan strategi regresi karena belum pernah belajar respons-respons yang lebih efektif terhadap problem tersebut atau dia sedang mencoba mencari perhatian.

2.   Masalah bagi teman sebayanya
a.       Sikap bermusuhan
Sikap ini nampak pada perilaku agresif, menyerang, mengganggu, bersaing, dan mengancam lingkungan.
b.        Sinis
Perilaku sinis muncul dari ketidakberdayaan individu untuk berbuat atau berbicara terhadap kelompok. Ketidakberdayaan ini membuat dirinya khawatir akan penilaian orang lain terhadap dirinya, dan preilaku sinis merupakan perilaku menghindar dari penilaian orang lain.
c.       Proyeksi
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan akan keburukan dirinya sendiri.
d.       Mengelak
Bila individu merasa diliputi oleh stres yang lama, kuat dan terus menerus, individu cenderung untuk mencoba mengelak. Bisa saja secara fisik mereka mengelak atau mereka akan menggunakan metode yang tidak langsung.
e.       Reaction formation (pembentukan reaksi)
Individu dikatakan mengadakan pembentukan reaksi adalah ketika dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan yang sesungguhnya (mungkin dengan cara represi atau supresi), dan menampilkan ekspresi wajah yang berlawanan dengan yang sebetulnya. Dengan cara ini individu tersebut dapat menghindarkan diri dari kecemasan yang disebabkan oleh keharusan untuk menghadapi ciri-ciri pribadi yang tidak menyenangkan. Kebencian, misalnya tak jarang dibuat samar dengan menampilkan sikap dan tindakan yang penuh kasih sayang, atau dorongan seksual yang besar dibuat samar dengan sikap sok suci, dan permusuhan ditutupi dengan tindak kebaikan.
f.         Penganiayaan terhadap teman yang lebih lemah (Bullying)
siswa yang lebih kuat biasanya memang sering melakukan tindakan Bullying kepada siswa yang lebih kecil atau lebih lemah. Mem-bully siswa yang lebih lemah sepertinya menjadi salah satu cara bagi siswa yang lebih kuat untuk menunjukkan dominasi mereka di sekolah.

3.   Masalah terhadap gurunya
a.       Kecemasan siswa di sekolah
kecemasan yang dialami siswa di sekolah bisa berbentuk kecemasan realistik, neurotik ataupun kecemasan moral. banyak faktor-faktor pemicu timbulnya kecemasan pada diri siswa, diantaranya yaitu target kurikulum yang terlalu tinggi, iklim pembelajaran yang tidak kondusif, pemberian tugas yang sangat padat, serta penilaian yang ketat dan kurang adil, sikap dan perlakuan guru yang kurang bersahabat, galak, judes, dan kurang kompeten
b.       Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Adapun bentuk-bentuk kesulitan belajar yang dihadapi siswa diantaranya:
Ø Learning Disorder atau kekacauan beljar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respon yang bertentangan. contoh: siswa yang sudah terbiasa dengan olahraga keras seperti karate dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah gemulai.
Ø Learning disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan subnormalitas mental, gangguan alat indera, atau gangguan psikologis lainnya.
Ø Under Achiever mengacu pada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.
Ø Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
Ø Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu atau bahkan menghindari belajar.
Beberapa perilaku siswa yang merupakan manifestasi gejala-gejala di atas, antara lain:
Ø menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
Ø lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari teman-temannya dari waktu yang disediakan.
Ø Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta dan sebagainya.
Ø menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam ataupun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
Ø Menunjukkan gejala emosional yang kirang wajar, seperti peemurung, mudah tersinggung, pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu.
c.       segala bentuk perilaku siswa yang bermasalah baik pemicunya dari faktor internal maupun eksternal yang kemudian bisa berdampak bagi dirinya sendiri, teman sebayanya, atau bahkan gurunya sendiri adalah merupakan masalah bagi guru dan seyogyanya seorang guru untuk berusaha mengetahui dan menyelesaikannya.

C.   Pendekatan Perkembangan Anak SD
Pendekatan perkembangan membawa implikasi bahwa pendekatan terhadap siswa berperilaku masalah dapat dilakukan dengan mengkaji tugas-tugas perkembangan karakteristik perkembangan siswa, yakni :
  1. Menanamkan dan mengembangkan kebiasaan dan sikap dalam beriman dan bertakwa Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis dan berhitung.
  3. Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari.
  4. Belajar bergaul dan bekerja dengan kelompok sebaya.
  5. Belajar menjadi pribadi yang mandiri.
  6. Mempelajari keterampilan fisik yang sederhana yang diperlukan baik untuk permainan maupun kehidupan.
  7. Mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai sebagai pedoman perilaku.
  8. Membina hidup sehat untuk diri sendiri dan lingkungan serta keindahan.
  9. Belajar memahami diri sendiri dan orang lain serta menjalankan peran tanpa membedakan jenis kelamin.
  10. Mengembangkan sikap terhadap kelompok, lembaga sosial, tanah air, bangsa dan negara.
  11. Mengembangakan pemahaman dan sikap awal untuk perencanaan masa depan.
D.   Teknik Membantu Siswa Berperilaku Bermasalah
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan guru untuk memperoleh lingkungan belajar yang sehat, antara lain :
1.       Memanfaatkan pembelajaran kelas sebagai wahana untuk bimbingan kelompok, dalam hal ini guru dapat bekerja sama dengan guru lain di sekolah itu atau guru kelas lain.
  1. Memanfaatkan pendekatan-pendekatan kelompok didalam proses pembelajaran. Dalam hal ini guru dapat menggunakan metode yang bervariasi yang memungkinkan murid mengembangkan keterampilan kelompok, seperti :  sosiometri, diskusi, dan simulasi.
  2. Memberikan materi dan tugas-tugas akademik dengan tingkat kesulitan yang moderat. Dalam arti, tidak terlalu mudah karena akan menyebabkan siswa menjadi cepat bosan dan kurang tertantang, tetapi tidak juga terlalu sulit yang dapat menyebabkan siswa frustasi.
  3. Di hadapan siswa, guru akan dipersepsi sebagai sosok pemegang otoritas yang dapat memberikan hukuman. Oleh karena itu, guru seyogyanya berupaya untuk menanamkan kesan positi dalam diri siswa, dengan hadir sebagai sosok yang menyenangkan, ramah, cerdas, penuh empati dan dapat diteladani, bukan menjadi sumber ketakutan siswa.
  4. Mengadakan konferensi kasus dengan melibatkan guru dan orang tua siswa. Konferensi kasus ini dimaksudkan untuk menemukan alternatif pemecahan bagi kasus.
  5. Menjadikan segi kesehatan mental sebagai salah satu segi evaluasi. Evaluasi di sekolah seyogyanya tidak hanya melaksanakan kepada hasil belajar saja tetapi juga perlu memperhatikan kepribadian murid. Walaupun hasil evaluasi kepribadian itu tidak dijadikan faktor penentu keberhasilan siswa.
  6. Memasukkan aspek-aspek insaniah dalam kurikulum, sebagai bagian terpadu dan bahan ajaran yang harus disajikan guru.
  7. Menaruh kepedulian khusus terhadap faktor-faktor psikologis yang perlu dipertimbangakan dalam mengembangakan strategi pembelajaran.
Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang yang bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku. yang merentang dari kategori ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani siswa yang bermasalah, khususnya yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: (1) pendekatan disiplin dan (2) pendekatan bimbingan dan konseling.
Penanganan siswa bernasalah melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah beserta sanksinya. Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta sanksinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai penyimpangan perilaku siswa. Kendati demikian, harus diingat sekolah bukan “lembaga hukum” yang harus mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku. Sebagai lembaga pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya.
Oleh karena itu, disinilah pendekatan yang kedua perlu digunakan yaitu pendekatan melalui Bimbingan dan Konseling. Berbeda dengan pendekatan disiplin yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui Bimbingan dan Konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya penyesuaian diri yang lebih baik.
Lebih jauh, meski saat ini paradigma pelayanan Bimbingan dan Konseling lebih mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan, pelayanan Bimbingan dan Konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi perhatian. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru BK (konselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana dalam bagan berikut :
1.   Masalah (kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah. 
2.  Masalah (kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakan konferensi kasus.
3.   Masalah (kasus) berat, seperti: gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus

1 Response to "Bimbingan Belajar: Bimbingan untuk Anak yang Berperilaku Bermasalah"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel