Keterampilan Berbahasa Indonesia
Keterampilan Berbahasa |
A. Hakikat Keterampilan Berbahasa
Aristoteles menyatakan bahwa bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan gagasan kepada orang lain. Menurut Finocchiaro (dalam Yeti Mulyati dan Isah Cahyani, 2015) bahasa adalah sistem simbol vokal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang mempelajari sistem kebudayaan itu, berkomunikasi atau berinteraksi. Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, pesan, dan informasi yang tertanam dalam pikiran, media penyampaiannya bisa melalui lisan atau tulisan. Bahasa juga memiliki peran sentral demi terciptanya masyarakat yang santun dan beradab. Berbagai kebudayaan bisa saling menyatu karena ada salah satu aspek yang mampu mengikatnya yaitu bahasa.
Apabila kita tidak memiliki kemampuan berbahasa, kita tidak dapat mengungkapkan pikiran, tidak dapat mengekspresikan perasaan, tidak dapat menyatakan kehendak, atau melaporkan fakta-fakta yang kita amati. Di sisi lain, kita tidak dapat memahami pikiran, perasaan, gagasan, dan fakta yang disampaikan oleh orang lain kepada kita. Tidak hanya itu, kita pun akan mengalami berbagai kesulitan apabila keterampilan berbahasa yang kita miliki tergolong rendah.
Sebagai guru, kita akan mengalami kesulitan dalam menyajikan materi pelajaran kepada peserta didik bila keterampilan berbicara yang kita miliki kurang memadai. Di sisi lain, para siswa pun akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami pelajaran yang disampaikan gurunya. Pada saat guru tidak memiliki keterampilan berbicara yang memadai dan siswa tidak memiliki kemampuan mennyimak yang baik maka proses komunikasi pun akan gagal dilakukan.
Begitu juga pengetahuan dan kebudayaan tidak akan dapat disampaikan dengan sempurna, bahkan tidak akan dapat diwariskan kepada generasi berikutnya apabila kita tidak memiliki keterampilan menulis. Sebaliknya, kita tidak akan dapat memperoleh pengetahuan yang disampaikan para pakar terdahulu apabila kita tidak memiliki keterampilan membaca yang memadai.
Banyak contoh lain yang menunjukkan betapa pentingnya keterampilan berbahasa dalam kehidupan. Bagi seorang dokter misalnya, keterampilan berbahasa memegang peran penting dalam pekerjaannya. Saat memeriksa pasien ia butuh kemampuan menyimak untuk dapat mengetahui keluhan pasien. Selain itu, ia butuh keterampilan berbicara untuk memberikan saran atau solusi yang tepat untuk penyakit pasien. Pengetahuannya pun harus terus ditambah dengan kegiatan membaca dan menulis yang berkaitan dengan profesinya.
Profesi-profesi lain di bidang hubungan masyarakat, pemasaran/penjualan, politik, hukum (jaksa, hakim, pengacara) adalah contoh-contoh bidang pekerjaan yang mensyaratkan dimilikinya keterampilan berbahasa, baik aspek berbicara, menyimak, membaca, dan menulis. Masih banyak lagi contoh lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini, yang menunjukkan betapa pentingnya keterampilan berbahasa bagi berbagai aspek kehidupan.
B. Aspek-Aspek Keterampilan Berbahasa
1. Mendengarkan/Menyimak
Ada dua jenis situasi dalam menyimak, yaitu situasi menyimak secara interaktif dan situasi menyimak secara noninteraktif. Menyimak secara interaktif terjadi dalam percakapan tatap muka dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan itu. Dalam menyimak jenis ini kita secara bergantian melakukan aktivitas menyimak dan berbicara. Oleh karena itu, kita memiliki kesempatan untuk bertanya guna memperoleh penjelasan, meminta lawan bicara mengulang apa yang diucapkan olehnya, atau mungkin memintanya berbicara agak lebih lambat.
Contoh situasi-situasi menyimak noninteraktif, yaitu mendengarkan radio, TV, film, khotbah, atau mendengarkan dalam acara-acara seremonial. Dalam situasi menyimak noninteraktif tersebut, kita tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa meminta pembicara mengulangi apa yang diucapkannya, dan tidak bisa meminta pembicaraan diperlambat.
2. Berbicara
Dalam keterampilan berbicara dikenal tiga jenis situasi berbicara, yaitu interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Situasi berbicara interaktif, misalnya terjadi pada percakapan secara tatap muka dan berbicara melalui telepon. Kegiatan berbicara dalam situasi interaktif ini memungkinkan adanya pergantian peran/aktivitas antara berbicara dan mendengarkan. Di samping itu, situasi interaktif ini memungkinkan para pelaku komunikasi untuk meminta klarifikasi, pengulangan kata/kalimat, atau meminta lawan bicara untuk memperlambat tempo bicara, dan lain-lain. Kegiatan berbicara dalam situasi interaktif ini dilakukan secara tatap muka langsung, bersifat dua arah, atau bahkan multiarah.
Kemudian, ada pula situasi berbicara yang tergolong semiinteraktif, misalnya dalam berpidato di hadapan umum, kampanye, khutbah/ceramah, dan lain-lain, baik yang dilakukan melalui tatap muka secara langsung namun berlangsung secara satu arah. Dalam situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka.
Situasi berbicara dapat dikatakan bersifat noninteraktif jika pembicaraan dilakukan secara satu arah dan tidak melalui tatap muka langsung, misalnya berpidato melalui radio atau televisi. Pidato kenegaraan yang disampaikan melalui siaran televisi atau radio termasuk ke dalam jenis ini.
3. Membaca
Keterampilan membaca terbagi ke dalam dua klasifikasi, yakni membaca permulaan, dan membaca lanjutan. Kemampuan membaca permulaan ditandai oleh kemampuan melek huruf, yakni kemampuan mengenali lambang-lambang tulis dan dapat membunyikannya dengan benar. Pada fase ini, pemahaman isi bacaan belum begitu tampak karena orientasi pembaca lebih ke pengenalan lambang bunyi bahasa.
Sementara pada membaca lanjut, kemampuan membaca ditandai oleh kemampuan melek wacana. Artinya, pembaca bukan hanya sekadar mengenali lambang tulis atau bisa membunyikannya dengan lancar, melainkan juga dapat memetik isi/makna bacaan yang dibacanya.
4. Menulis
Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang bersifat aktifproduktif. Keterampilan ini dipandang menduduki hierarki yang paling rumit dan kompleks di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Aktivitas menulis bukanlah sekadar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat; melainkan menuangkan dan mengembangkan pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, ide, dalam suatu struktur tulisan yang teratur, logis, sistematis, sehingga mudah ditangkap oleh pembacanya.
Sama seperti halnya dengan keterampilan membaca, keterampilan menulis pun dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yakni menulis permulaan dan menulis lanjutan. Menulis permulaan sesungguhnya identik dengan melukis gambar. Pada fase ini, si penulis tidak menuangkan ide/gagasan, melainkan hanya sekadar melukis atau menyalin gambar/lambang bunyi bahasa ke dalam wujud lambang-lambang tertulis. Pada awal-awal memasuki persekolahan, para siswa dilatih menulis permulaan yang proses pembelajarannya sering disinergiskan dan diintegrasikan dengan kegiatan membaca permulaan. Kegiatan menulis yang sesungguhnya atau menulis lanjutan merupakan aktivitas curah ide, curah gagasan, yang dinyatakan secara tertulis melalui bahasa tulis.
C. Hubungan Antaraspek Keterampilan Berbahasa
1. Hubungan Berbicara dengan Mendengarkan/Menyimak
Berbicara dilakukan untuk menyampaikan suatu pesan, sedangkan menyimak dilakukan untuk menerima suatu pesan dari pembicara. Bahasa yang digunakan saat berbicara dipelajari lewat menyimak dan menirukan pembicaraan. Contohnya, anak kecil akan meniru atau berbicara menggunakan bahasa yang didengarnya. Untuk itu orang tua ataupun guru diharuskan menjadi model berbahasa yang baik, supaya anak-anak tidak menirukan pembicaraan yang salah atau tidak baik didengar. Contoh lainnya, seseorang yang belajar bahasa asing akan dapat meningkatkan kemampuan berbicaranya dengan sering mendengarkan percakapan atau cerita dalam bahasa asing.
Berbicara dan menyimak merupakan keterampilan yang saling melengkapi, keduanya saling bergantung. Keduanya fungsional bagi komunikasi dan tidak dapat dipisahkan. Ibarat mata uang, sisi depan ditempati kegiatan berbicara dan sisi belakang ditempati kegiatan menyimak. Mata uang tidak akan laku bila salah satu sisinya tidak terisi. Maka komunikasi lisan pun tidak dapat berjalan bila kedua kegiatan tidak berlansung saling melengkapi.
2. Hubungan Mendengarkan/Menyimak dengan Membaca
Menyimak dan membaca sama-sama merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif. Menyimak berkaitan dengan penggunaan bahasa ragam lisan, sedangkan membaca merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis.
Pada saat menyimak fokus perhatian berupa suara (bunyi-bunyi), sedangkan pada saat membaca fokus perhatian adalah lambang tulisan. Kemudian, baik penyimak maupun pembaca melakukan aktivitas pengidentifikasian terhadap unsur-unsur bahasa yang berupa suara (dalam menyimak) maupun berupa tulisan (dalam membaca), yang selanjutnya diikuti dengan proses decoding (proses menafsirkan suatu pesan dalam bahasa/proses pengubahan suatu kode menjadi makna) guna memperoleh pesan yang berupa konsep, ide atau informasi sebagaimana yang dimaksudkan oleh si penyampainya. Aktivitas membaca dapat membantu seseorang memperoleh kosakata yang berguna bagi pengembangan kemampuan menyimak pada tahap berikutnya.
Tarigan (dalam Yeti Mulyati dan Isah Cahyani, 2015) menyatakan bahwa menyimak juga merupakan faktor penting dalam belajar membaca secara efektif. Petunjuk-petunjuk mengenai strategi membaca sering disampaikan guru di kelas dengan menggunakan bahasa lisan. Untuk itu, kemampuan murid dalam menyimak sangat penting. Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa terdapat korelasi antara kemampuan mendengarkan dan membaca.
3. Hubungan Membaca dengan Menulis
Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan membaca merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif. Seseorang menulis guna menyampaikan gagasan, perasaan atau informasi dalam bentuk tulisan. Sebaliknya, seseorang membaca guna memahami gagasan, perasaan atau informasi yang disajikan penulis.
Dalam menuangkan gagasan melalui kegiatan menulis, paling tidak terdapat tiga tahapan yang dilakukan penulis, yakni perencanaan, penulisan, dan revisi. Ketika si penulis menyusun perencanaan mengenai apa yang hendak ditulisnya, sering kali dibutuhkan banyak informasi untuk bahan tulisannya itu. Salah satu cara menghimpun informasi itu dilakukan melalui aktivitas membaca.
Selanjutnya, dalam proses penulisan si penulis acap kali melakukan revisi untuk bagian-bagian tulisan yang dirasanya tidak sesuai dengan gagasan yang akan disampaikannya. Kegiatan revisi ini memerlukan kemampuan membaca, lalu menulis kembali secara berulang-ulang. Jadi, tampak jelas bahwa kemampuan membaca penting sekali bagi proses menulis (Wray, dalam Yeti Mulyati dan Isah Cahyani 2015).
Sebaliknya pula, dalam kegiatan membaca, sering kali kita harus menulis catatan-catatan, bagan, rangkuman, dan komentar mengenai isi bacaan guna menunjang pemahaman kita terhadap isi bacaan. Bahkan, kadang-kadang kita merasa perlu untuk menulis laporan mengenai isi bacaan guna berbagi informasi kepada pembaca lain atau justru sekadar memperkuat pemahaman kita mengenai isi bacaan.
Selain itu, mungkin pula kita terdorong untuk menulis resensi atau kritik terhadap suatu tulisan yang telah kita baca. Berdasarkan gambaran di atas, tampak jelas bahwa antara aktivitas membaca dan menulis begitu erat kaitannya dalam kegiatan berbahasa.
4. Hubungan Menulis dengan Berbicara
Seorang pembicara dalam seminar biasanya diminta menulis sebuah makalah terlebih dulu. Kemudian, yang bersangkutan diminta menyajikan makalah itu secara lisan dalam suatu forum. Selanjutnya, peserta seminar akan menanggapi isi pembicaraan si pemakalah tersebut. Dalam berpidato pun, biasanya seseorang membuat perencanaan dalam bentuk tulisan. Untuk pidato-pidato yang tidak terlalu resmi mungkin si pembicara cukup menuliskan secara singkat pokok-pokok yang akan dibicarakan itu sebagai persiapan. Dalam suatu pidato resmi (misalnya pidato kenegaraan), pembicara dituntut menulis naskah pidatonya secara lengkap. Pidato kenegaraan biasanya dilakukan melalui pembacaan teks naskah pidato yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Dalam kedua jenis aktivitas berbicara seperti yang dikemukakan di atas, tampak jelas keterkaitan antara aktivitas menulis dan berbicara. Kegiatan menulis dilakukan guna mendukung aktivitas berbicara. Bahkan dalam suatu seminar, keempat aspek keterampilan berbahasa itu dilibatkan secara simultan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, pesan, dan informasi yang tertanam dalam pikiran, media penyampaiannya bisa melalui lisan atau tulisan. Bahasa juga memiliki peran sentral demi terciptanya masyarakat yang santun dan beradab. Keterampilan berbahasa ada empat aspek, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menyimak dan membaca merupakan aspek reseptif, sementara berbicara dan menulis merupakan aspek produktif. Keempat aspek tersebut saling berhubungan satu sama lain. Keterampilan berbahasa bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi dalam masyarakat. Banyak profesi dalam kehidupan bermasyarakat yang keberhasilannya bergantung pada tingkat keterampilan berbahasa yang dimilikinya, misalnya guru, manajer, jaksa, pengacara, penyiar, dai, wartawan, dan lain-lain.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharap dapat membantu pembaca untuk sadar akan pentingnya memiliki keterampilan berbahasa dan terus mencari informasi lebih lanjut mengenai keterampilan berbahasa.
0 Response to "Keterampilan Berbahasa Indonesia"
Post a Comment