Cara Manusia Berpikir & Implikasi Praktis Berpikir dalam Upaya Pengembangan Kualitas Mahasiswa
Cara Manusia Berpikir
Kapan seseorang mulai berpikir?
Seseorang mulai berpikir kalau ia hendak mencapai sesuatu. Seseorang berpikir
karena dipaksa oleh keadaan. Ia berpikir karena ia diperhadapkan oleh kesulitan
atau masalah yang harus dipecahkan. Ia berpikir karena ia ditantang oleh suatu
keadaan. Kalau seseorang menghadapi kebuntuan maka ia berpikir untuk mencari
jalan keluarnya.
Berikut ini dikemukakan lima tingkat tahapan
dalam proses berpikir, yaitu:
- Timbulnya kebimbangan di dalam diri kita. Kita mulai ragu-ragu. Keraguan-keraguan itulah asal mula proses berpikir. Pada tingkat ini merupakan awal dari proses berpikir. Pada saat kita menghadapi kesulitan, hambatan, dan tantangan, maka saat itulah sebagai titik awal kita berpikir. Keadaan tersebut memaksa kita berpikir agar terhindar dari kesulitan dan hambatan itu. Tantangan itu menuntut kita untuk mencari pemecahannya.
- Kita cari jalan untuk memecahkan persoalan yang kita hadapi. Kita berupaya mencari bagaimana cara menghadapi kesulitan. Kita mencari cara untuk menghilangkan hambatan itu. Dalam mencari cara pemecahan masalah itu kita menggunakan pengalaman-pengalaman kita selama ini. Pengalaman kita di masa lalu tentang cara memecahkan suatu masalah, cara menghindari kesulitan, cara menghilangkan hambatan yang telah lalu merupakan bahan pertimbangan dalam mengatasi masalah yang sedang kita hadapi. Cara pemecahan masalah yang kita cari itu bukan hanya satu melainkan beberapa alternatif pemecahan masalah.
- Pada tingkat ketiga kita adakan percobaan. Cara pemecahan masalah yang telah kita temukan dalam tingkat proses berpikir kedua di atas dipilih salah satu di antaranya untuk kita coba ketepatannya. Dalam memilih cara pemecahan masalah itu kita mempertimbangkan cara pemecahan mana yang terbaik.
- Pada tingkat terakhir kita uji kebenaran dan ketepatan pikiran kita. Apakah cara pemecahan masalah yang kita telah coba pada tingkat berpikir ketiga itu tepat.
Tidak semua orang setuju dengan
pandangan John Dewey tentang proses berpikir tersebut. Menurut mereka proses
berpikir yang dikemukakan John Dewey itu hanya terjadi atau tampak dalam
lapangan masalah-masalah yang ada hubungannya dengan ilmu pengetahuan dan
kecerdasan. Dalam dunia moral agama, akhlak dan perasaan misalnya, proses
berpikir yang demikian itu kurang tampak. Misalnya dalam dunia moral agama,
terdapat hal-hal yang tidak dapat kita buktikan melalui proses percobaan yang
dikemukakan oleh John Dewey itu.
Banyak faktor yang menyebabkan kurang
berkembangnya proses berpikir seseorang, antara lain metode mengajar yang
kurang mendorong mahasiswa berpikir dan kebiasaan belajar yang kurang mendorong
mahasiswa berpikir.
Terkait dengan tingkat tahapan
berpikir tersebut, .berikut ini dijabarkan
beberapa ketrampilan yang harus dikuasai dalam penggunaan tahapan berpikir,
antara lain:
a.
Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan
suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar
mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut
tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan
atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan
terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi
langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada
sudut kesimpulan.
Kata-kata operasional yang
mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan,
membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, memerinci,
dsb.
b.
Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan
keterampilan yang berlawanan dengan keteramplian menganallsis. Keterampilan
mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah
bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk
menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga
dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam
bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas
terkontrol
c.
Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan
keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini
menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah kegiatan
membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga
mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca
mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang
lingkup baru.
d.
Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah
kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran)
yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran)
yang baru yang lain. Selanjutnya dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut
pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap
agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran
manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi.
Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan
pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau
pengetahuan yang baru.
e.
Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran
yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada.
Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang
nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu.
Implikasi Praktis Berpikir dalam Upaya Pengembangan Kualitas
Mahasiswa.
Implikasi praktis berpikir mahasiswa
merupakan suatu bentuk penerapan kualitas pemikiran mahasiswa dalam merumuskan
permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu. Berpikir kritis harus
selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut (Eider dan Paul, 2001: 1).
Berikut ini akan dijelaskan
aspek-aspek tersebut.
- Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan:
"Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?"; "Dapatkah dijelaskan permasalahan itu
dengan cara yang lain?"; "Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!". Kejelasan merupakan pondasi standardisasi.
Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan apakah sesuatu itu
akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian, maka kita tidak
akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut.
Contoh, pertanyaan berikut tidak
jelas: "Apa yang harus dikerjakan pendidik dalam sistem pendidikan di
Indonesia?" Agar pertanyaan itu menjadi jelas, maka kita harus memahami
betul apa yang dipikirkan dalam masalah itu. Agar menjadi jelas, pertanyaan itu
harus diubah menjadi, "Apa yang harus dikerjakan oleh pendidik untuk
memastikan bahwa siswanya benar-benar telah mempelajari berbagai keterampilan
dan kemampuan untuk membantu berbagai hal agar mereka berhasil dalam
pekerjaannya dan mampu membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari?".
- Accuracy (keakuratan, ketelitian, keseksamaan)
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah
pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: "Apakah pernyataan itu
kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?"; "Bagaimana cara mengecek
kebenarannya?"; "Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?"
Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan
berikut, "Pada umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon".
- Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian
data-data pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan
panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan. "Apakah pernyataan
yang diungkapkan sudah sangat terurai?"; "Apakah pernyataan itu telah
cukup spesifik?". Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan
ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya "Aming sangat berat" (kita
tidak mengetahui berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)
- Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan
atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan.
Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut:
"Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?";
"Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?". Permasalahan
dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan.
Contohnya: mahasiswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam
belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat
mengukur kualitas belajar mahasiswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak
relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
- Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai
jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan dengan kompleks, Apakah
permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah
dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah?
Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian,
ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam).
Misalnya terdapat ungkapan, "Katakan tidak". Ungkapan tersebut biasa
digunakan para remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang
(narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi
sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan
bermacam-macam.
- Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat
ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah pernyataan itu telah ditinjau
dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam
merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah
pernyataan tersebut menurut... Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi
persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi
tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen
menurut pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam
pertanyaan yang diajukan.
- Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal
berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep yang benar?; Apakah
pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya? Bagaimana tindak
lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua hal
tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam
pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu
sama lain saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar,
maka kita berpikir logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu
sama lain tidak saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal tersebut
tidak logis.
Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan diatas, maka ada beberapa implikasi praktis berpikir mahasiswa yang
dapat dikemukakan, yaitu:
a.
Perguruan Tinggi sebagai arena
latihan berpikir.
Seyogianya proses belajar mengajar di
perguruan tinggi menjadi arena pergulatan berpikir. Salah satu tujuan yang
ingin kita capai dalam memasuki perguruan tinggi ialah kita ingin mengenal dan
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemampuan. Dalam berupaya
mengenal dan menguasai IPTEK itu diperlukan kemampuan berpikir secara teratur
dan bertanggung jawab.
Ada beberapa hal yang pelu mendapat
perhatian dalam memprogramkan pendidikan berpikir yaitu:
1)
Berpikir harus dikaitkan dengan
penguasaan pengetahuan, sebab pengetahuan dan berpikir dapat saling melengkapi
dalam perkembangan berpikir seluruhnya.
2)
Atas dasar pengetahuan maka
proses latihan berpikir disusun sehingga terjadi integrasi antara substansi dan
proses.
3)
Dalam proses belajar, substansi
dan proses latihan berpikir ini perlu betul-betul menyatu, sebab bila tidak
akan terjadi ketidakseimbangan antara keterampilan prosesdan substansinya, yang
dapat mengakibatkan dangkalnya berpikir.
4)
Norma dan nilai adalah prinsip
penentuan pendidikan berpikir yang harus menyatu dan mendasari proses latihan
berpikir.
5)
Berpikir adalah salah satu
potensi manusia yang diberikan oleh Allah pencipta yang amat berharga yang
harus disyukuri.
b.
Mengembangkan metode mengajar
yang membangun kemampuan berpikir mahasiswa.
Pada dasarnya semua metode mengajar
dapat mengembangkan kemampuan berpikir mahasiswa. Namun demikian xada metode
mengajar yang banyak memberikan kemungkinan bagi berkembangnya kemampuan
berpikir dan ada juga metode mengajar yang kurang memberikan kemungkinan
berkembangnya kemampuan berpikir mahasiswa secara optimal. Metode mengajar yang
banyak memberikan kemungkinan berkembangnya kemampuan berpikir mahasiswa ialah
metode pemecahan masalah, metode Tanya jawab, metode diskusi, dan metode
penemuan (discovery). Untuk itu, dosen hendaknya memperlakukan mahasiswa
sebagai subjek yang secara aktif ikut berperan serta dalam memperoleh dan
menggunakan pengetahuan serta keterampilannya, dan bukan sekedar sebagai objek
yang menjadi sasaran pengajaran.
c.
Mengembangkan cara belajar yang
mengembangkan kemampuan berpikir mahasiswa.
Cara belajar yang perlu
dikembangkan guna melahirkan manusia
yang mampu berpikir inter-disipliner dan sistemik ialah innovative learning
(belajar inovatif). Ada dua aspek utama dari kegiatan belajaj inovatif ini
yaitu astisipasi dan partisipasi. Kedua aspek ini tidak dapat dipisahkan dalam
setiap usaha untuk menimbulkan kegiatan berinovasi. Prilaku inovatif akan
timbul kalau terdapat kemampuan untuk mengantisipasi, kemampuan untuk
memperkirakan secara sistematis dan realistik mengenai apa yang mungkin akan
terjadi. Inovasi muncul sebagai hasil dari persiapan-persiapan untuk menyambut
apa yang diperkirakan akan tejadi. Antisipasi mendorong lahirnya solidaritas
dalam waktu, sedangkan partisipasi mendorong solidaritas dalam ruang.
d.
Mengembangkan strategi program
pengajaran keterampilan berpikir.
Strategi pengajaran berpikir kritis
pada mahasiswa dapat dilakukan dengan cara memberikan penilaian menggunakan
pertanyaan yang memerlukan ketrampilan berpikir pada level yang lebih tinggi
dan belajar ilmu dasar menggunakan kasus yang ada pada lingkungan pada pokok
bahasan mata kuliah . Setelah kuliah pendahuluan, mahasiswa diberikan kasus
serta sejumlah pertanyaan yang harus dijawab beserta alasan sebagai penugasan.
Jawaban didiskusikan pada pertemuan berikutnya untuk meluruskan adanya
kesalahan konsep dan memperjelas materi yang belum dipahami oleh mahasiswa.
Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa pada program tersebut menunjukkan prestasi
yang lebih baik dalam mengerjakan soal-soal hapalan maupun soal yang menuntut
jawaban yang memerlukan telaah yang lebih dalam. Mahasiswa juga termotivasi
untuk belajar.
Strategi pengajaran yang seperti itu
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, yaitu:
1)
Dengan menggunakan konteks yang
relevan seperti masalah yang ada pada materi perkuliahan yang dipahami oleh
mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis sekaligus meningkatkan
prestasi akademisnya.
2)
Cara penilaian yang memerlukan
telaah yang lebih dalam, mendorong siswa untuk belajar secara lebih bermakna
daripada sekedar belajar untuk menghapal.
Dari pernyataan diatas dapat dinyatakan
bahwa pertanyaan diberikan setelah memperoleh kuliah pendahuluan konsep dasar
dari ilmu dasar yang dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa informasi yang
diberikan telah disusun oleh dosen dengan konsep yang jelas sehingga tidak
memberikan pengalaman bagi mahasiswa untuk menentukan informasi yang diperlukan
untuk membangun konsep sendiri. Sedangkan salah satu karakter seorang yang
berpikir kritis adalah self regulatory, sehingga pengajaran tersebut dapat
dikombinasikan dengan strategi
lain agar mahasiswa dapat menentukan informasi secara mandiri.
lain agar mahasiswa dapat menentukan informasi secara mandiri.
Hal tersebut juga tidak menjelaskan
bagaimana proses diskusi yang dilakukan pada kelas besar, sehingga setiap
mahasiswa memperoleh kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban
pertanyaan yang diberikan. Penulis beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang
dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study
guide sebagai salah satu sumber belajar ketika mahasiswa dalam belajar mandiri
pada strategi Problem Based Learning.
0 Response to "Cara Manusia Berpikir & Implikasi Praktis Berpikir dalam Upaya Pengembangan Kualitas Mahasiswa"
Post a Comment