Nilai Moral dan Etika dalam Keberhasilan Pendidikan

Pendidikan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan harian masyarakat millenial. Harapan untuk mengenyam kehidupan yang lebih baik tentu saja harus melalui formalitas pendidikan secara layak. Banyak cara untuk mengekspresikan cita-cita, tapi tentu saja hal itu tetap harus didahului oleh jalur pendidikan formal. Kenapa? Karena kita masih berada di lingkungan sosial yang masih mempertanyakan "kamu lulusan mana, strata apa?"

Ada kalanya keterikatan sosial memang membuat ego kita menyeruak dan mengedepankan standart tinggi untuk sebuah status, termasuk halnya pendidikan.

Hari ini, pendidikan dianggap sebagai nilai mutlak untuk melayangkan lamaran pekerjaan dimanapun, ironisnya nominal pendapatannya juga tak terlalu menjanjikan prestise.

Tuntutan wajib belajar 9 tahun dahulu memang giat diteriakkan diseluruh penjuru negeri. Kesempatan belajar yang diabaikan oleh sebagian besar rakyat, karena mengejar kenyangnya perut untuk sehari atau dua hari kedepan. Masa itu, sekolah dasar hanya beberapa di kampung. Lengkaplah perjuangan menuntut ilmu dengan berjalan kaki beberapa kilometer demi keinginan bersekolah dan "berilmu" dengan akhlak yang baik. Tidak semua orangtua menyemangati anaknya untuk berjalam berkilo kilo meter untuk mendapatkan status "pelajar". Wajarlah, membantu orang tua menghidupi keluarga sepertinya lebih layak dibenamkan dalam pikiran anak masa itu. Yang lolos dari pergulatan batin seperti itulah, yang akhirnya mampu menembus batas minim akses demi kisah indah dan cita-cita menjadi seorang dokter yang digaungkan bapak dan ibu guru sebagai profesi nyaman pada masa itu, hanya orang-orang pandai yang bisa mencapainya, itulah yang mereka kisahkan.

Berbeda dengan hari ini, dimana mungkin sekolah dengan lebih mudah ditemukan di kampung tanpa harus berjalan kaki berkilo meter menjangkaunya. Kisah indah untuk menjadi dokter sepertinya tak laku lagi digaungkan di telinga anak-anak. Mereka dengan mudahnya melalaikan masa belajar, membantah guru bahkan orangtua, bahkan malas untuk berangkat ke sekolah. Racun tekhnologi mulai membuai dan membisikkan kata-kata manis untuk membolos dan asik nongkrong di cafe internet dan game online.

Pemantapan akhlak sedari dini sepertinya kurang mempan ditanamkan pada pendidikan dasar masa ini. Ketika dulu ada pelajaran Pendidikan Moral Pancasila, kami diajak untuk menghafalkan pancasila dan butir-butirnya setelah doa pagi. Manifestasi dari butir-butir pun dipertanyakan satu persatu dengan rigid. Sikap moral mulai tertanam karena kebiasaan harian yang sederhana tersebut. Setidaknya kami paham bagaimana harus bersikap di kendaraan umum saat ada ibu yang sedang hamil, orang tua yang berdiri atau ketika ada ibu yang menggendong anak balitanya harus berdiri bergelantungan di tengah sesaknya penumpang. Masa itu banyak pemuda rela menawarkan kursi nyaman mereka untuk ditukar dengan mudahnya. Berbeda dengan hari ini, dimana toleransi dan tenggang rasa sudah tergerus dalam sikap apatis.

Pada masa dulu, bapak dan ibu guru tidak hanya dituntut mengajarkan kami angka-angka, tapi hampir setiap hari, nilai moral dibenamkan dalam benak kami. Hutang budi yang tak akan pernah terbayarkan. Andai generasi millenial pernah merasakan kursi kami di masa itu, mungkin sikap intoleran mereka akan pudar. Individualis tampaknya mendominasi generasi muda berpendidikan yang lahir di era millenial saat ini.

Mungkin perlu pelajaran sahih tentang budi pekerti, sikap toleransi, tenggang rasa dan menghormati sesama. Geliat yang berbeda dari masa ke masa, ilmu boleh berkembang, pendidikan harus lebih maju, tapi nilai moral tak boleh diabaikan. Nilai moral bukanlah sekedar wacana, tapi sebuat sikap dan telaah mutlak keberhasilan sebuah pendidikan.

Mungkin perlu pelajaran sahih tentang budi pekerti, sikap toleransi, tenggang rasa dan menghormati sesama. Geliat yang berbeda dari masa ke masa, ilmu boleh berkembang, pendidikan harus lebih maju, tapi nilai moral tak boleh diabaikan. Nilai moral bukanlah sekedar wacana, tapi sebuat sikap dan telaah mutlak keberhasilan sebuah pendidikan.

0 Response to "Nilai Moral dan Etika dalam Keberhasilan Pendidikan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel