Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi
Menyikapi Tantangan Modernisasi |
BAB I
PENDAHULUAN
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana
konsep Islam tentang iptek, ekonomi, politik, sosial budaya dan pendidikan?
2. Mengapa
diperlukan perspektif Islam dalam implementasi iptek, ekonomi, politik, sosial
budaya dan pendidikan?
3. Bagaimana
sumber historis, sosiologis, dan filosofi tentang konsep islam mengenai iptek,
politik, sosial budaya, dan pendidikan?
4. Bagaimana
membangun argumen tentang kompatibel islam dan tantangan modernisasi?
5. Bagaimana
esensi dan urgensi kontekstualisasi pemahaman islam dalam menghadapi tantangan
modernisasi?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui konsep Islam tentang iptek, ekonomi, politik, sosial budaya dan
pendidikan.
2. Untuk
mengetahui perlunya perspektif Islam dalam implementasi iptek, ekonomi,
politik, sosial budaya dan pendidikan.
3. Untuk
mengetahui sumber historis, sosiologis, dan filosofi tentang konsep islam
mengenai iptek, politik, sosial budaya, dan pendidikan.
4. Untuk
mengetahui bagaimana membangun argumen tentang kompatibel islam dan tantangan
modernisasi.
5. Untuk
mengetahui esensi dan urgensi kontekstualisasi pemahaman islam dalam menghadapi
tantangan modernisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Memahami
konsep Islam tentang iptek, ekonomi, politik, sosial budaya dan pendidikan.
Dalam pandangan islam, ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) sangat urgen bagi kehidupan umat manusia. Tanpa
menguasai IPTEK manusia akan tetap dalam lumpur kebodohan, keterbelakangan dan
kemiskinan. Penguasaan manusia terhadapIPTEK dapat mengubah eksistensi manusia
dari yang semula manusia sebagaiabdullah menjadikhalifatullah. Oleh karena
itu islam menetapkan bahwa hukum mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah wajib. Tanpa menguasai iptek umat manusia akanmengalami banyak hambatan
dan kesuliatan dalam menjalani kehidupan di jagatini.Pada zaman modern seperti
sekarang ini, ukuran maju tidaknya suatu bangsa justrudiukur dari penguasaan
bangsa itu terhadap iptek. Jika suatu bangsa itu menguasai iptek,maka bangsa
tersebut dikategorikan sebagai bangsa yang maju. Sebaliknya, jika
suatu bangsa itu tertinggal dalam penguasaan iptek, maka bangsa
itu dipandang sebagai bangsa yang belum maju atau biasa disebut bangsa
tertinggal atau disebut bangsa berkembang.Supaya bangsa Indonesia masuk ke
dalam kelompok bangsa yang maju, maka kita wajib berusaha sekuat tenaga untuk menguasai iptek.
Seni merupakan salah satu contoh perkembangan
iptek. Seni merupakan ekspresi kesucian hati. Hati yang bening melahirkan karya
seni yang beradap, sedangkan hati yang kotor tentu melahirkan karya seni yang
tidak beradap. Hidup dengan seni menjadikan hidup menjadi indah, damai, dan
nyaman. Adapun hidup tanpa seni, menyebabkan hidup menjadi kering, gersang,dan
tidak nyaman. Seni itu indah dan keindahan adalah sifat Tuhan. Cinta kepada
keindahan berarti cinta kepada Tuhan. Dengan cintanya kepada Tuhan, manusia
dapat mewujudkan keindahan dalam kehidupannya.
Orang yang berusaha membumikan sifat Tuhan
dalam kehidupan adalah manusia yang dipuji Tuhan dan dia disebut insan kamil.
Dalam dunia modern, seni menjadi bagian penting dari modernitas. Dengan
dukungan perangkat canggih, refleksi dan produk kesenian merambah ruang-
ruangkeluarga dan masyarakat, termasuk dalam dunia pendidikan tinggi
denganmembawa berbagai nilai baru.
Dalam bidang ekonomi, segala
bentuk transaksi yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan pemasaran barang
dan jasa yang mendatangkan keuntungan finasial itu merupakan kegiatan
ekonomi.Prinsip ekonomi konvensional berbeda dengan prinsip ekonomi islam.
Ekonomi konvensional berprinsip “berkorban sekecil-kecilnya untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya”. Prinsip ekonomi tersebut dipergunakan oleh
pedagang dan pengusaha semata-mata untuk mencari keuntungan. Dengan modal
seadanya pedagang dan pengusaha berusaha memenuhi kebutuhan yang
sebesar-besarnya atau dengan alat sekecil-kecilnya. Pedagang dan pengusaha
berusaha memenuhi kebutuhan secara maksimal.Dalam
islam, ekonomi ialah berkorban secara tidak kikir dan tidak boros dalam rangka
mendapatkan keuntungan yang layak. Dengan demikian, pengorbanan tidak boleh
sekecil- kecilnya ataupun tertentu saja, melainkan pengorbanan yang tepat harus
sesuai dengan dengan keperluan yang sesungguhnya sehingga mutu produksi dapat
terjamin.
Dalam bidang politik. Politik dalam
Islam disebut siyāsah,
merupakan bagian integral (tak terpisahkan) dari fikih Islam. Salah satu objek
kajian fikih Islam adalah siyāsah atau disebut fikih politik. Fikih politik
secara global membahas masalah-masalah ketatanegaraan (siyāsah dusturiyyah), hukum internasional (siyāsah dauliyyah), dan hukum yang mengatur politik keuangan negara
(siyāsah māliyyah).
a.
Siyāsah
dusturiyah (hukum tata negara). Materi yang dikaji tentang cara dan metode
suksesi kepemimpinan, kriteria seorang pemimpin, hukum mewujudkan kepemimpinan
politik, pembagian kekuasaan (eksekutif, legislatif dan yudikatif), institusi
pertahanan keamanan, institusi penegakan hukum (kepolisian) dan lain-lainnya.
b.
Siyāsah
dauliyyah (hukum politik yang mengatur hubungan internasional). Objek kajiannya
adalah hubungan antar-negara Islam dengan sesama negara Islam, hubungan negara
Islam dengan negara non-muslim, hubungan bilateral dan multilateral, hukum
perang dan damai, genjatan senjata, hukum kejahatan perang dan lain-lain.
c.
Siyāsah
māliyah (hukum politik yang mengatur keuangan negara). Kontens yang dibahas
adalah sumber-sumber keuangan negara, distribusi keuangan negara, perencanaan
anggaran negara dan penggunaannya, pengawasan dan pertanggungjawaban penggunaan
keuangan negara dan pilantropi Islam.
Kesalahpahaman terhadap islam
sering muncul dari ranah politik. Tidak sedikit orang menilai bahwa islam
disebarkan tiada lain dengan politik kekerasan bukan dengan cara dakwah dan
kultural. Perang, jihad, negara Islam disalahpahamisebagai metodologi dan
tujuan akhir.
Dalam bidang pendidikan, Nabi Muhammad SAW bersabda dalam
hadisnya, “Tuhanku telah mendidik aku, dan Tuhanku memberikan pendidikan dengan
cara yang amat baik kepadaku”. Sehingga tujuan pendidikan dalam Islam adalah
merealisasikan ubudiah kepada Allah baik secara individu maupun masyarakat dan
mengimplementasikan khilafah dalam kehidupan untuk kemajuan umat manusia.
Tujuan pendidikan dikatakan berhasil manakala proses
pendidikan dilakukan dengan cara yang benar secara Qurani dan menyentuh ketiga
ranah yang ada dalam diri manusia yaitu akal, hati, dan jasmani.Pendidikan
harus menyentuh tiga ranah tersebut yakni akal, hati dan fisik. Jika akal saja
yang didik dan hati diabaikan, maka akan lahir manusia cerdas secara
intelektual, tetapi tidak mempunya hati, alias tidak memiliki moral religius.
Sebaliknya, jika hatinya saja yang dididik, tentu akan lahir manusia
berkarakter dan bermoral, tetapi miskin secara intelektual. Demikian juga,
kalau hanya jasmani yang didik, maka akan lahir manusia superman secara fisik,
tetapi miskin secara intelektual dan spiritual. Jika ketiga ranah yang didik,
maka akan lahir insan kamil.
B.
Perlunya
perspektif Islam dalam implementasi iptek, ekonomi, politik, sosial budaya dan
pendidikan.
Kemajuan teknologi modern yang
begitu pesat telah memasyarakatkan produk-produk teknologi canggih seperti
radio, televisi, internet, alat-alat komunikasi dan barang-barang mewah lainnya
serta menawarkan aneka jenis hiburan bagi tiap orang. Namun tentunya alat-alat
itu tidak bertanggung jawab atas apa yang diakibatkannya. Justru manusia lah yang
akan bertanggungjawab. Sebab manusia lah yang mengatur alat tersebut.
Adakalanya menjadi manfaat yaitu manakala manusia menggunakan dengan baik dan
tepat. Tetapi dapat pula mendatangkan dosa dan malapetaka manakala manusia
menggunakannya untuk mengumbar hawa nafsu dan kesenangan semata. Produk dari
sains dan teknologi dalam pandangan Islam boleh. Pandangan islam terhadap teknologi
saat ini merupakan sebuah hal yang lumrah, yang sudah ada pada masa-masa
dahulu, dan memang islam mengajarkan kita sebagai umatnya untuk selalu mencari
tahu semua kebenaran yang ada didunia ini sesuai dengan syariat islam yang
berlaku. Dan islam tidak pernah menutup diri untuk menerima modernsiasi dari
sebuah perkembangan jaman. Sehingga dengan adanya perkembangan teknologi yang
sangat pesat saat ini merupakan hal yang wajar yang dapat kita terima sebagai
umat islam, selama masih sesuai dengan ajaran-ajaran islam yang berlaku.
Dalam bidang ekonomi terdapat
riba yang harus di perhatikan oleh masyarakat islam. Seorang pakar ekonomi
islam yaitu Syafi’i Antonio menjelaskan jenis- jenis riba, yaitu:
1.
Riba
qardh adalah Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berutang (muqtaridh).
2.
Riba
Jāhiliyah adalah utang dibayar lebih dari pokokknya karena si peminjam tidak
mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
3.
Riba
Nasī`ah. Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya
4.
Riba
dalam nasī`ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara
yang diserahkan satu waktu dan yang diserahkan waktu berbeda.
Dalam masalah politik, perlu
Anda sadari bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memang bukan negara
agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Sungguhpun demikian, negara menjamin
penduduknya untuk memeluk suatu agama dan melaksanakan ajaran agamanya dalam
kehidupan sehari-hari. NKRI adalah negara demokrasi berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusionalnya. Sistem demokrasi
menjadi pilihan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam bidang sosial budaya. Harus diakui bahwa memang ada permasalahan yang dihadapi oleh
umat Islam dalam membedakan antara agama dan budaya. Secara teoritis perbedaan
antara keduanya dapat dijelaskan, tapi dalam praktek kehidupan kedua hal
tersebut seringkali rancu, kabur, dan tidak mudah untuk dibedakan.
Mengenai agama dan budaya, secara umum
dapat dikatakan bahwa agama bersumber dari Allah, sedangkan budaya bersumber
dari manusia. Agama adalah “karya” Allah, sedangkan budaya adalah karya
manusia. Dengan demikian, agama bukan bagian dari budaya dan budaya pun bukan
bagian dari agama. Ini tidak berarti bahwa keduannya terpisah sama sekali,
melainkan saling berhubungan erat satu sama lain. Melalui agama, yang dibawa
oleh para nabi dan rasul, Allah Sang Pencipta menyampaikan ajaran-ajaran-Nya
mengenai hakekat Allah, manusia, alam semesta dan hakekat kehidupan yang harus
dijalani oleh manusia. Ajaran-ajaran Allah, yang disebut agama itu, mewarnai
corak budaya yang dihasilkan oleh manusia-manusia yang memeluknya.
Di tengah masyarakat, kita melihat
praktek-praktek keberagamaan yang bagi sebagian orang tidak terlalu jelas
apakah ia merupakan bagian dari agama atau budaya. Ambil contoh tradisi
tahlilan. Tidak sedikit di kalangan umat Islam yang beranggapan bahwa upacara
tahlilan adalah kewajiban agama, yang harus mereka selenggarakan meskipun untuk
itu harus berhutang. Mereka merasa berdosa kalau tidak mengadakan tahlilan
ketika ada anggota keluarga yang meninggal dunia.
Padahal yang diperintahkan oleh agama
berkaitan dengan kematian adalah “memandikan, mengkafani, menyalatkan,
mengantar ke makan, memakamkan, dan mendoakan”. Sangat simple dan hampir tidak
memerlukan biaya. Ini berarti bahwa upacara tahlilan pada dasarnya adalah
tradisi, bagian dari budaya bangsa, yang mungkin telah ada sebelum datangnya
Islam, yaitu tradisi kumpul-kumpul di rumah duka, yang kemudian diislamkan atau
diberi corak Islam. Yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah membenahi
pemahaman dan penyikapan umat terhadap praktek-praktek keberagamaan seperti itu
secara proporsional.
Dalam bidang pendidikan,
secara sadar ataupun tidak, pendidikan kita selama ini kerap mengabaikan faktor
agama. Agama atau sisi spiritual kehidupan manusia cenderung dilupakan atau
malam diupayakan untuk disingkirkan. Padahal agama adalah hal penting dan harus
diutamakan. Konsepsi pendidikan Islam, yang
meletakkan adab dan akhlak sebagai fondasinya, sangat tepat dikemukakan.
Sebelum melangkah lebih jauh, segera harus digarisbawahi bahwa adab dan akhlak
hendaknya tidak dipahami sebagai dasar-dasar moral tanpa bentuk-bentuk praktis
dalam kehidupan keseharian. Sebagaimana adab dan akhlak juga tidak boleh
dipahami sebatas tata krama dan etika praktis, sehingga tidak menyentuh
nilai-nilai kecendikiawanan dan tradisi keintelektualan yang menjadi basis bagi
perkembangan ilmu pengetahuan. Apa yang dimaksud dengan adab dan akhlak di sini
adalah kualitas-kualitas mental, spiritual, sikap dan perilaku dan yang
mencakup itu semua.
C.
Sumber
historis, sosiologis, dan filosofi tentang konsep islam mengenai iptek,
politik, sosial budaya, dan pendidikan.
Kemajuan dalam pendidikan dan
penguasaan Iptek berimplikasi terhadap kemajuan politik, ekonomi, dan budaya.
Hal ini secara historis dapat Anda lacak ketika dunia Islam unggul dalam Iptek.
Pada masa keemasan Islam, kekuasaan politik umat Islam semakin luas dengan
ekspansinya ke berbagai wilayah dan penguasaan dalam politik ini membawa
kemajuan dalam kehidupan ekonomi umat Islam saat itu. Kesejahteraan yang merata
juga mendorong kemajuan umat Islam dalam penguasaan Iptek. Akibatnya, dunia
Islam menjadi sangat kuat secara politik dan ekonomi yang didasari penguasaan
terhadap Iptek secara sempurna pada saat itu. Zaman keemasan Islam itu terjadi
pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus, Syria (dan
kemudian berkembang pula di Spanyol) serta zaman kekuasaan Dinasti Abbasiyyah
yang berpusat di Baghdad, Irak.
Akar-akar kemajuan yang dicapai umat Islam memang telah diletakan
dasar-dasarnya oleh Rasulullah. Beliau mengajarkan kepada para sahabat bahwa
menguasai ilmu itu adalah wajib. Kewajiban yang tidak membedakan laki-laki dan
perempuan. Kalau perlu, menurut Nabi Muhammad, kita belajar untuk dapat
menguasai ilmu, meskipun harus pergi ke negeri Cina. Secara teologis, Allah
telah menetapkan bahwa yang akan mendapat kemajuan pada masa depan adalah
bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan iman. Dalam
sejarah, kita dapat menyaksikan kemajuan Iptek umat Islam membawa kemajuan bagi
umat Islam dalam bidang ekonomi, politik, budaya, dan
pendidikan. Umat Islam makmur secara materi dan rohani, juga makmur dalam
keadilan dan adil dalam kemakmuran.
Dalam realitas sekarang, bangsa-bangsa muslim tertinggal dalam Iptek
sehingga yang menguasai dunia secara ekonomi, politik, dan budaya adalah bukan
bangsa muslim. Mereka maju karena menguasai Iptek, walaupun sebagian besar
mereka tidak beriman. Kemajuan yang dicapai hanyalah kemajuan
materi. Karena kemajuan materi itu dapat dikejar dan diraih oleh semua orang
dengan modal penguasaan Iptek tadi. Bangsa yang hanya menguasai Iptek saja
dapat maju meskipun tidak beriman, apalagi bangsa yang menguasai Iptek dan
beriman dengan iman yang benar, tentu akan lebih maju daripada mereka.
Ibnu Athailah menyatakan: “Sesungguhnya Allah memberikan kemajuan materi
kepada orang-orang yang Allah cintai dan kepada orang-orang yang tidak Allah
cintai, tetapi Allah tidak memberikan iman kecuali kepada orang yang Allah
cintai”. Sikap Anda sebagai mahasiswa tidak boleh menutup diri. Sebenarnya,
kemajuan yang dicapai umat Islam pada zaman silam, antara lain, disebabkan
adanya interaksi antara sesama ilmuwan muslim, dan antara ilmuwan muslim dan
tradisi intelektual non-muslim, misalnya para filsuf Yunani. Filsafat Islam
berkembang dengan sangat cepat karena interaksi dan adaptasi dengan pemikiran
rasional di kalangan mereka. Begitu juga ilmu-ilmu lainnya saling mempengaruhi
bagi pembentukan dan penguatan perkembangan ilmu-ilmu di tengah masyarakat
Islam.
D.
Membangun
argumen tentang kompatibel islam dan tantangan modernisasi.
Modern mengandung arti maju dan
berkemajuan dalam segala aspek kehidupan: ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya dan lain-lain. Modern adalah perubahan sikap dan pandangan dari
tradisional ke rasional, dari primordial ke logis dan nalar. Modernisasi
merupakan proses terjadinya pemoderenan untuk kemajuandalam segala bidang
kehidupan melalui akselerasi pendidikan dan aktualisasi teknologi. Modernisasi
telah mengubah wajah dunia dari kusam menjadi bersinar, dari yang lamban
menjadi serba cepat, dari yang tradisional menjadi rasional, dari yang
primordial menjadi nalar. Terdapat beberapa karakteristik dalam ajaran islam,
yaitu:
1.
Rasional
Ajaran Islam adalah ajaran yang sesuai dengan akal dan nalar manusia. Dalam
ajaran Islam nalar mendapat tempat yang tinggi sehingga salah satu cara untuk
mengetahui sahih atau tidaknya sebuah hadis dari sisi matan dan sanad adalah
sesuai dengan akal. Hadis yang sahih pasti rasional. Sebaliknya, hadis yang
tidak rasional itu menjadi indikator bahwa hadis itu tidak sahih. Betapa banyak
ayat-ayat Al-Quran yang menyuruh kepada kita untuk menggunakan akal dalam sikap
beragama. Demikian pula, hadis nabi menyuruh umat Islam menggunakan akal.
2.
Sesuai
dengan Fitrah Manusia
Tidak ada satu pun
ajaran Islam yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Orang beragama
(ber-Islam) berarti ia hidup sesuai dengan fitrah. Sebaliknya, orang yang tidak
beragama berarti menjalani hidup tidak sesuai dengan fitrah. Orang yang
menjalani hidup tidak sesuai dengan fitrah, maka ia hidup dalam ketakutan,
kegalauan, ketidakpastian, dan kebimbangan. Akhirnya, dalam menjalani hidup
tidak ada kenikmatan dan kenyamanan. Jika orang masih beribadah kepada selain
Allah, minta tolong dan perlindungan kepada selain Allah, maka akan terjadi
kegalauan dalam batinnya, kecemasan, keraguan dan kemunafikan, dan sakit secara
rohani. Orang yang hidup dalam kondisi tidak sehat rohaninya, maka ia tidak
akan mendapatkan ketenangan dan kenikmatan.
3.
Tidak
Mengandung Kesulitan
Ajaran Islam itu mudah dan masih dalam batas-batas kekuatan kemanusiaan.
Tidak ada aspek ajaran Islam yang dalam pelaksanaannya di luar kemampuan
manusia. Allah sendiri menyatakan, “Allah menghendaki kemudahan dan tidak
menghendaki kesulitan dalam beragama.” (QS Al-Baqarah/2: 185).
4.
Tidak
mengandung banyak Taklif
Ajaran Islam tidak mengandung banyak taklif (beban). Kerangka dasar ajaran
Islam hanya tiga pilar, yaitu: akidah, syariat dan hakikat (atau biasa disebut
akhlak). Landasan ketiga pilar tadi adalah iman, Islam, dan ihsan. Ketiga pilar
tersebut dalam aktualisasinya tidak bisa dipisahkan, tetapi harus terintegrasi.
5.
Bertahap
Ajaran Islam diturunkan Allah kepada
Rasulullah secara bertahap. Demikian juga, proses pembumiannya di tengah
masyarakat pada saat itu juga bertahap.
E.
Esensi
dan urgensi kontekstualisasi pemahaman islam dalam menghadapi tantangan
modernisasi.
Perlu untuk disadari bahwa modernisasi
akibat kemajuan Iptek telah mengubah pola pikir, pola pergaulan, dan pola
kehidupan secara masif. Industrialisasi dalam memproduksi barang dan jasa di
satu sisi meningkatkan kualitas dan kuantitas barang dan jasa yang diperlukan
masyarakat, tetapi di sisi lain membawa dampak terhadap wujudnya stratifikasi
sosial yang tidak seimbang, yakni kapitalis (pemodal) dan pekerja atau buruh.
Dalam proses modernisasi ini, sering kali kaum buruh menjadi lemah ketika
berhadapan dengan kaum pemodal. Ketidakharmonisan antara dua pihak ini sering
kali menjadi pemicu terjadinya adagium di masyarakat yang kaya semakin kaya dan
yang miskin semakin miskin.
Industrialisasi membuka lapangan kerja
yang sangat signifikan bagi masyarakat yang memiliki kualifikasi pedidikan yang
memadai, tetapi industrialisasi juga menyingkirkan sebagian masyarakat yang
minus pendidikan atau memiliki pendidikan yang tidak memadai. Terlepas dari
dampak negatif yang ditimbulkannya, industrialisasi telah menambah tumbuhnya
kelas masyarakat menengah ke atas secara ekonomi. Petumbuhan kelas menengah ini
berdampak pula terhadap perbaikan ekonomi secara global dan tumbuh suburnya
sektor riil di tengah masyarakat. Kemajuan dalam bidang teknologi-komunikasi,
misalnya, telah mengubah pola hidup masyarakat dalam segala aspeknya termasuk
pola keberagamaannya. Perilaku keagamaan masyarakat, yang semula menganggap
bahwa silaturahmi penting dan harus bertatap muka, bersua bertemu, dan
berhadapan secara fisik, berubah menjadi silaturahmi cukup hanya melalui
mendengar suara lewat telepon, sms, facebook, atau twitter. Gelombang informasi
ini sangat deras dan pengaruhnya begitu terasa dalam segala aspek kehidupan
manusia. Gelombang informasi telah menandai lahirnya generasi baru dalam
masyarakat. Kemajuan seseorang diukur dari seberapa cepat ia menerima informasi
yang belum diketahui orang lain. Semakin cepat ia menerima informasi itu
semakin besar peluang yang akan ia dapatkan untuk kemajuan dirinya. Jelas
sebaliknya, orang yang tertinggal dalam mendapatkan informasi, maka tertinggal
pula kesempatan yang dapat ia raih untuk kemajuan dirinya.
Secara riil Islam harus menjadi solusi dalam menghadapi dampak kemajuan
industrialisasi dan derasnya gelombang komunikasi dan informasi. Islam sebagai
agama rasional adalah agama masa depan, yaitu agama yang membawa perubahan
untuk kemajuan seiring dengan kemajuan kehidupan modern. Sebaliknya, Islam yang
dipahami secara tekstual dan dogmatis akan sulit eksis dan sulit beradaptasi
dengan lingkungan kemajuan yang semakin cepat perubahannya. Islam yang dipahami secara kontekstual akan menjadi solusi dan pemandu dalam memecahkan berbagai
problem kehidupan umat manusia. Islam yang dipahami secara tekstual akan
menjadi penghambat kemajuan, padahal Islam merupakan ajaran yang berkarakter
rasional, fleksibel, adaptable, dan
berwawasan ke masa depan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Modernitas yang
melanda dunia Islam,
dengan segala efek
positif- negatifnya,menjadi tantangan yang harus dihadapi umat Islam di
tengah kondisi keterpurukannya.Umat
Islam dituntut bekerjaekstra keras
mengembangkan seagala potensinya untukmenyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.Sebenarnya
modernisasi bukanlah sesuatu hal yang substansial untuk ditentang kalaumasih
mengacu pada ajaran Islam. Sebab Islamadalah agama universal yang tidak akanmelarang
manusia untuk bersikap maju. Banyak sekali Hadist
Nabi yang secara langsung menganjurkanumat Islam untuk menuntut ilmu. Al-Qur’an
juga selalu menyerukan manusia untukberpikir, menalar dan
sebagainya.Dengan demikian, pada
dasarnya modernisasi
bukanlah sesuatu yangbertentangan dengan ajaran dasar agama
Islam apabila dilaksanakan dengan baik.
B. Saran
Dalam mempelajari makalah ini, diharapkan tidak hanya
sekedar diketahui namun benar-benar dipahami dan menjadi pegangan bagi para
mahasiswa mahasiswi agar dapat menerapkan menjalankan sesuai syariat islam
dalam Menghadapi Tantangan Modernisasi.
0 Response to "Bagaimana Islam Menghadapi Tantangan Modernisasi"
Post a Comment