Teori Konvergensi dan Pengaruh Pendidikan - Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti (Modul 4) | Merdeka Belajar
Salam inspirasi. Bapak/ibu guru hebat di artikel kali ini kita akan mengulas materi yang berjudul teori konvergensi dan pengaruh pendidikan berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara agar kita dapat memahami hakikat dan tujuan pendidikan berdasarkan gagasan Ki Hajar Dewantara, sehingga apa yang kita praktikkan di dalam kelas sesuai dengan cita-cita pendidikan nasional.
Setiap tahun SMP kembang putih mengirimkan murid kelas 8 mengikuti kompetisi karya teknologi. Salah satu murid yang mengikuti kompetisi yaitu Nadia karena ia mendapatkan peringkat kedua di kelasnya. Wali kelas tanpa ragu meminta dan mendaftarkannya mengikuti kompetisi tersebut. Nadia pun mengingatkan dan terpaksa bersedia mengikutinya karena segan dan takut menyinggung guru wali kelasnya yang terus-menerus membujuknya, meskipun awalnya ia tolak karena ia tidak ada minat mengikutinya. Padahal ia merasa tidak cocok dan tidak tertarik dengan kompetisi tersebut, karena ia lebih suka dengan kesenian. Ia merasa teman sebangkunya Yani yang seharusnya didaftarkan lomba, karena ia tahu Yani sangat tertarik dengan teknologi dan pandai dalam mengoperasikan teknologi-teknologi baru dengan cepat. Tapi sayangnya ia tidak masuk 5 besar peringkat dikelas. Karena hanya peringkat 5 besar dikelaslah yang bisa mewakili sekolah mengikuti kompetisi tersebut kata guru wali kelas.
Seringkali sebagai guru kita tanpa sadar menggeneralisasi kemampuan murid hanya karena murid tersebut lebih tinggi peringkatnya. Murid dianggap mau dan mampu akan semua hal seperti cerita Nadia. Apakah betul kita sebagai pendidik lebih tahu apa yang diinginkan oleh murid. Teori konvergensi didasarkan atas dua teori utama. Yang pertama teori tabularasa yang beranggapan bahwa kodrat anak ibarat kertas kosong yang dapat diisi dan ditulis oleh pendidik dengan pengetahuan dan wawasan yang diinginkan pendidik. Yang kedua teori negatif yang beranggapan bahwa kodrat anak ibarat kertas yang sudah terisi penuh dengan berbagai macam coretan dan tulisan. Dua teori yang dikenal juga sebagai aliran daya pendidikan ini tidak serta-merta membuat Ki Hajar Dewantara menganggapnya mutlak sebagai suatu kebenaran, tetapi Ki Hajar Dewantara memberikan pandangan baru dengan menggabungkan atau mengintegrasikan kedua pendekatan teori tersebut menjadi suatu pendekatan yang disebut dengan teori konvergensi.
Ki Hajar Dewantara percaya bahwa manusia sebagai suatu kertas yang sudah terisi dengan tulisan-tulisannya samar dan belum jelas arti dan maksudnya. Maka tugas pendidikan adalah membantu manusia atau individu untuk dapat menebalkan dan memperjelas arti dan maksud tulisan samar yang ada di kertas tersebut dengan tuntunan terbaik. Teori konvergensi merupakan pendekatan yang digunakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam menjelaskan tentang kertas bertuliskan tulisan samar dengan membagi budi pekerti atau watak manusia menjadi 2 bagian, yaitu bagian biologis dan bagian intelijen. Rasa takut, rasa malu, rasa kecewa, rasa iri, rasa egoisme, rasa berani, dan segala yang berkaitan dengan perasaan dan jiwa manusia adalah bagian biologis, yang tidak dapat berubah pada individu sejak anak-anak hingga dewasa. Sementara kecakapan, keterampilan pikiran, dan kemampuan menyerap pengetahuan adalah bagian intelijen yang dapat berubah karena pengaruh keadaan dan lingkungan termasuk salah satunya pengaruh pendidikan. Sebagai contoh murid terbiasa makan makanan yang mengandung bahan-bahan kurang sehat dan sudah menjadi suatu kebiasaan karena ketidaktahuan murid akan dampak perilaku tersebut, padahal dapat mengakibatkan terganggunya sistem pencernaan. Setelah diberikan pengetahuan dan wawasan tentang makanan sehat dan zat aditif oleh guru, murid kemudian sadar dan merasa perilakunya selama ini dapat membahayakan kesehatan dirinya, sehingga mereka lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi.
Kita dapat melihat dari contoh tersebut bahwa intelijen murid berubah dari ketidaktahuan tentang pengetahuan makanan dan bahan yang kurang sehat menjadi sadar dan merasa penting pengetahuan itu bagi dirinya, sehingga murid dapat memikirkan, merasakan, dan mempertimbangkan perilaku yang dilakukannya. Contoh yang lain, anak usia prasekolah memiliki kegiatan pengembangan belajar mandiri, berpisah sementara dengan orangtua atau pengasuh serta belajar bersosialisasi. Sebagian mungkin banyak yang mengalami kesulitan sehingga merasa takut dan malu pada awal kegiatan. Di TK murid masih diantar dan ditunggu oleh orang tua, namun setelah berjalannya waktu murid tersebut menjadi murid yang pemberani. Rasa takut dan pemalu menjadi tidak tampak atau semakin pudar karena sudah mendapatkan kecerdasan pikiran, sehingga murid tersebut mulai pandai menimbang dan memikirkan sesuatu, serta dapat memperkuat kemauannya untuk tidak malu dan tidak takut.
Hal inilah yang menyamarkan rasa takut dan malu yang dimiliki murid tersebut, karena rasa takut dan malu itu hanya tersamar saja oleh pikirannya. Terkadang murid tersebut diserang rasa takut dan malu. Kondisi demikian terjadi saat pikirannya tidak bergerak, tidak dapat mempertimbangkan, dan memikirkan sesuatu untuk memperkuat kemauannya. Ketika pikirannya tidak bergerak maka akan memunculkan rasa asli yang dimilikinya, yaitu menjadi penakut dan pemalu sesuai dengan watak biologisnya yang tidak dapat berubah. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi bagian intelijen dan bagian biologis murid.
Sebagai pendidik, kita janganlah berputus asa karena menganggap watak-watak yang biologis (hidup). Perasaan itu tidak dapat dilenyapkan sama sekali, tetapi kecerdasan intelijen dapat menutupi tabiat-tabiat perasaan yang kurang baik. Namun perlu diingat bahwa kita sebagai pendidik dapat membantu murid untuk menguasai diri secara tetap dan kuat, sehingga murid akan dapat melenyapkan atau menyalahkan tabiat-tabiat biologis yang kurang baik itu melalui proses pendidikan. Kecerdasan budi pekerti murid akan bertumbuh dan berkembang sehingga mampu mengendalikan tabiat asli, watak geologis akan semakin tersamar dan menebalkan watak-watak baik murid yang akan mewujudkan kepribadian dan berbudi pekerti baik.
Mari kita renungkan bersama, apakah kita sudah memahami kodrat anak dan menempatkan anak sebagai subjek kesadaran dalam menguatkan kodratnya. Hal apa yang dapat kita lakukan agar anak dapat menemukan budi pekerti atau watak baik untuk menguatkan kodratnya. Selamat belajar bapak/ibu guru hebat. Salam inspirasi
0 Response to "Teori Konvergensi dan Pengaruh Pendidikan - Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti (Modul 4) | Merdeka Belajar"
Post a Comment