Budi Pekerti - Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti (Modul 4) | Merdeka Belajar

Salam bahagia bapak/ibu guru hebat. Kita akan melanjutkan materi tentang mendidik dan melatih kecerdasan budi pekerti. Pada artikel kali ini kita akan membahas materi Budi Pekerti berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara agar kita dapat memahami gagasan Ki Hajar Dewantara mengenai tujuan dan azas pendidikan nasional untuk melatih dan mendidik kecerdasan budi pekerti murid.

Suatu hari Ibu Handa mendaftarkan Wuri dan dua temannya untuk mengikuti lomba cerdas cermat berkelompok tingkat SMP. Wuri merasa paling pandai di antara teman satu kelompoknya. Pada saat lomba berlangsung Wuri selalu berusaha dengan cepat menjawab pertanyaan lomba tanpa mendiskusikannya dengan teman setimnya. Ia bahkan sampai membuat teman satu timnya merasa diabaikan. Akibatnya banyak jawaban yang salah sehingga membuat timnya tidak masuk ke babak selanjutnya. 

Selesai lomba Ibu Handa mendekati muridnya dan bertanya.  Mengapa mereka menjawab soal dengan cepat sekali dan tanpa diskusi terlebih dahulu,  sementara diberikan waktu untuk diskusi oleh panitia. Wuri lalu menjawab dengan menyalahkan teman satu timnya jika mereka tidak mengerti pertanyaannya apalagi jawabannya. Ia pun mengatakan jika dirinya saja tidak dapat menjawabnya, apalagi teman-temannya sehingga merasa tidak perlu diskusi. 

Melihat lomba tersebut Ibu Handa tersadar bahwa selama ini ia terlalu fokus melatih penguasaan materi lomba,  dan lalai mengajarkan perilaku rendah hati dan bekerjasama. Bapak/ibu guru dari cerita tersebut, apakah kita sebagai pendidik cukup hanya membantu murid dengan kecakapan kognitif saja, sementara murid membutuhkan tuntunan yang dapat menumbuhkan budi pekerti dalam kehidupannya.  

Budi pekerti atau yang disebut watak diartikan sebagai bulatnya jiwa manusia yang merupakan hasil dari bersatunya gerak, pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan, sehingga menimbulkan suatu tenaga. Budi pekerti juga dapat dimaknai sebagai perpaduan antara cipta, kognitif, dan rasa efektif sehingga menghasilkan karsa/ psikomotorik. Misalnya seseorang yang memiliki budi pekerti jujur, maka kecil kemungkinan ia melakukan kebohongan atau mengambil sesuatu yang bukan miliknya atau bahkan ia akan merasa terganggu jika melihat ketidakjujuran terjadi disekitarnya. 

Kita dapat melihat perpaduan antara pengetahuan atau wawasan tentang kejujuran kognitif dan perasaan yang mengikutinya, seperti ia merasa gelisah jika ia berperilaku tidak jujur atau melihat perilaku ketidakjujuran disekitarnya. Afektif yang kemudian menghasilkan watak atau budi pekerti jujur yang ditampilkan psikomotorik. Bagian biologis adalah bagian yang berhubungan dengan rasa seperti rasa takut, cemas, gelisah putus asa, tidak percaya diri, senang, bahagia kecewa, sedih dan sebagainya. Disamping itu terdapat juga bagian intelijen yaitu bagian yang berhubungan dengan kemampuan kognitif atau kemampuan berpikir/ menyerap pengetahuan 

Bagian watak atau budi pekerti inilah yang dijadikan dasar penjelasan Ki Hajar Dewantara mengenai kertas yang bertuliskan tulisan samar di dalam pendekatan teori konvergensi. Lalu bagaimana budi pekerti atau watak bisa terbentuk. Ki Hajar Dewantara juga menjelaskan bahwa keluarga merupakan tempat utama dan yang paling baik dalam melatih karakter anak atau murid. Keluarga menjadi tempat anak atau murid dalam proses menyempurna menjadi sempurna sebagai laboratorium awal dan utama.  Melatih kecerdasan budi pekerti anak agar siap menjalani hidup dalam masyarakat kita sebagai pendidik di sekolah. Ikut turut serta berperan membantu murid untuk menemukan kecerdasan budi pekerti dengan tuntunan dan teladan yang sesuai dengan kebutuhan murid. 

Seseorang yang mempunyai kecerdasan budi pekerti akan senantiasa memikirkan, merasakan, dan mempertimbangkan setiap perilaku yang ditampilkannya. Bahkan sangat erat kaitannya dengan bagian intelijen dari budi pekerti karena berhubungan dengan kecerdasan pikiran atau berpikir murid yang dapat berubah dari waktu ke waktu serta keadaan tertentu. Murid dapat menumbuhkan kecakapan berpikir atau pikiran dengan baik karena pengaruh keadaan. Salah satu yang mempengaruhinya mungkin saja kita sebagai pendidik yang senantiasa menuntun tumbuhnya kecerdasan pikiran murid. 

Bukankah kita ketika masih anak-anak saat berusia sekitar 3-4 tahun kita sedikit demi sedikit berproses memahami sesuatu, menggunakan panca indera misalnya ketika orangtua atau guru membacakan cerita atau menunjukkan sesuatu kita menggunakan indra penglihatan/ pendengaran untuk berusaha memahaminya, kemudian kita mencoba mengekspresikan apa yang kita pahami dengan meniru, mengulangi kata dan kalimat yang orangtua atau guru ucapkan, sampai kemudian kita dapat mengenal huruf dan tulisannya lalu mengembangkannya hingga menjadi keterampilan membaca, menulis dan berhitung. Bahkan memahami isi bacaan kemudian mampu menceritakan kembali isi bacaan hingga memproduksi bacaan tersebut.  

Sebagai pendidik tentu kita menemukan berbagai macam watak murid setiap harinya dikelas, menemani proses belajarnya, mendampingi tumbuhnya kecerdasan pikirnya, dan membantu murid menemukan budi pekerti atau watak baiknya, serta membantu murid mengendalikan dan memperbaiki eatak atau budi pekerti yang kurang baik. Misalnya di kelas kita menemukan murid yang belum mampu membaca, menulis, dan berhitung. Apakah kita dapat membantu murid untuk mampu membaca, menulis, dan berhitung dengan tuntunan dan dampingan yang tepat. Kita dapat mengupayakan yang terbaik agar murid mampu memahami dan memaknai pentingnya membaca, menulis, dan berhitung bagi dirinya, sehingga bisa menuntun murid untuk mampu menguasainya. Contoh lain ketika kita dikelas, menemukan murid yang sangat pemalu untuk mengungkapkan pendapatnya.  Apakah kita dapat membantunya memunculkan kesadaran akan pentingnya menjadi lebih berani untuk mengemukakan pendapatnya di kelas. Kita dapat membantunya untuk menggali potensi kecerdasan budi pekerti didalam dirinya dengan membuatnya sadar alasan dan tujuan mengapa penting untuk berani (akal), mengasah perasaan dan perilaku yang membuatnya berfikir (rasa), dan memunculkan kehendak (karsa), untuk kemudian mempertimbangkan perilaku berani, mengungkapkan pendapatnya, memahami kemampuan kodrat anak atau murid sebagai individu yang sadar, mampu memikirkan, memahami, merasakan, berempati, berkehendak, dan bertindak. 

Semestinya dapat kita tanamkan dalam benak kita sebagai pendidik agar murid mampu menyeleksi, memberikan makna dari pengalaman-pengalamannya untuk mengenal dirinya, maka murid dapat menjadi manusia atau individu yang merdeka, berakal budi yang menentukan keberadaan dan jati dirinya. Mari kita refleksi bersama, semoga materi ini dapat memantapkan setiap langkah kita dalam menjalankan tugas sebagai pendidik semakin bermakna. Selamat belajar bapak/ ibu guru hebat. Salam inspirasi

0 Response to "Budi Pekerti - Mendidik dan Melatih Kecerdasan Budi Pekerti (Modul 4) | Merdeka Belajar"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel