Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik.
Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga. Namun ada pula keluarga yang  yang mengalami sebaliknya atau biasa dikatakan dengan disharmonis.
Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Namun, akan berakibat fatal jika ketegangan atau konflik tersebut berujung pada kekerasan dalam rumah tangga yang lebih akrab dikenal dengan KDRT.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan KDRT?
2. Faktor Penyebab apa saja yang menjadi latar belakang munculnya KDRT?
3. Apa upaya yang harus dilakukan dalam menangani masalah KDRT?

C. TUJUAN
Karya tulis ilmiah yang berjudul “Kekerasan Dalam Rumah Tangga” bertujuan untuk mencari tahu segala hal mengenai masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau lebih akrab dikenal dengan sebutan KDRT dan hubungannnya dengan nilai-nilai yang terkandung didalam pancasila, serta upaya yang harus dilakukan dalam mencegah maupun menangani masalah KDRT tersebut, guna agar terwujudnya tujuan nasional yang berlandaskan pada pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka (overt), atau tertutup (covert), baik yang bersifat menyerang (offensive) atau bertahan (defensive), yang disertai oleh penggunaan kekuatan kepada orang lain. UU no. 23 tahun 2004, mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Memang tidak ada definisi tunggal dan jelas yang berkaitan dengan masalah kekerasan dalam rumah tangga. Meskipun demikian, biasanya masalah kekerasan dalam rumah tangga secara mendasar, meliputi:
kekerasan fisik, yaitu setiap perbuatan yang menyebabkan kematian,
kekerasan psikologis, yaitu setiap perbuatan dan ucapan yang mengakibatkan ketakutan, kehilanagan rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan rasa tidak berdaya pada perempuan.
kekerasan seksual, yaitu setiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual sampai kepada memaksa seseorang untuk melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau disaat korban tidak menghendaki; dan atau melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau tidak disukai korban; dan atau menjauhkannya (mengisolasi) dari kebutuhan seksualnya.


kekerasan ekonomi, yaitu setiap perbuatan yang membatasi  orang  (perempuan) untuk bekerja di dalam atau di luar rumah yang menghasilkan uang dan atau barang; atau membiarkan korban bekerja untuk di eksploitasi; atau menelantarkan anggota keluarga.

B. Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga
KDRT yang terjadi umumnya disebabkan adanya konflik yang timbul dalam relasi pasangan. Konflik tersebut didasarkan adanya harapan dari salah satu atau kedua pihak yang pada kenyataannya tidak dapat terpenuhi. Tidak terpenuhinya harapan dalam suatu relasi suami dan istri merupakan hal yang wajar, namun dalam kasus KDRT tidak terpenuhinya harapan ini menjadi suatu kenyataan yang tidak dapat diterima dengan kebesaran hati. Akibatnya, pihak yang gagal menerima kenyataan ini kemudian memunculkan suatu tindakan kekerasan pada pihak lain.
KDRT juga dapat dilihat sebagai upaya satu pihak yakni pelaku kekerasan untuk berusaha menunjukkan siapa yang berkuasa dalam sebuah relasi. Upaya ini jelas merupakan tanda ketidakmatangan diri. Mereka yang dalam relasi berusaha menunjukkan dan meyakinkan pada orang lain dan juga sebenarnya pada dirinya bahwa dialah yang berkuasa dalam relasi merupakan pertanda adanya inferioritas (perasaan rendah diri). Inferioritas merupakan hal yang tidak nyaman dirasakan sehingga pada orang yang tidak matang, perasaan ini akan di kelabuhi lewat usaha-usaha untuk menunjukkan dominasi dan kekuasaannya pada orang lain.

C. Upaya yang  Dapat Dilakukan Dalam Mencegah Maupun Menangani Masalah KDRT
Adapun kiat mencegah terjadinya KDRT antara lain:
Keluarga wajib mengamalkan  ajaran agama. Bapak harus menjadi imam yang bagi keluarganya, bijaksana dan tentunya bertanggung jawab atas keluargannya.
Harus dikembangkan komunikasi timbal balik antara suami, isteri dan anak-anak.
Isteri wajib  mendidik anak sejak kecil akan pentingnya kesadaran dalam menghargai hak dan kewajiban orang lain.
Selalu mengedepankan akal sehat. Artinya, hati kita boleh panas, otak harus dingin.
Adanya keterbukaan antara satu dengan yang lain.
Selain itu, organisasi massa seperti PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) dapat berperan dalam sosialisasi pentingnya dibangun rumah tangga yang baik, mawaddah (penuh cinta kasih) wa rahmah (penuh kasih sayang).
Namun, jika sudah terjadi masalah KDRT ini sendiri, hal yang pertama dilakukan yaitu dengan cara mencari waktu yang tepat untuk membicarakan tersebut dengan kepala dingin antar kedua belah pihak, jika tidak adanya penyelesaian maka libatkan keluarga yang dianggap berpengaruh yang  bisa memberi jalan keluar terhadap  penyelesaian masalah KDRT supaya tidak terus terulang, dan jalan terakhir yaitu melaporkan kepada yang berwajib telah terjadi KDRT.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan pembahasan diatas mengenai masalah kekerasan dalam rumah tangga dapat disimpulkan bahwa masalah ini tentunya bertentangan dengan 45 butir yang terkandung di dalam pancasila, terkhusus pada sila kedua yaitu “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” dan  tujuh buah butir-butir yang terkandung didalamnya yaitu pada butir pertama hingga  butir ketujuh pada pancasila yaitu: Tidak mengakui dan tidak memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa (bertentangan pada butir pertama sila kedua pancasila), tidak mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia (bertentangan pada butir kedua sila kedua pancasila), tidak mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia (bertentangan pada butir ketiga sila kedua pancasila), tidak mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira (bertentangan pada butir ke-empat  sila kedua pancasila), mengembangkan sikap semena-mena terhadap orang lain (bertentangan pada butir kelima sila kedua pancasila), tidak menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan (bertentangan pada butir ke-enam sila kedua pancasila).

B. SARAN
Perlunya peningkatan sosialisasi mengenai pentingnya keharmonisan dalam rumah tangga, perlunya kesadaran pribadi bahwa membina rumah tangga itu tidak semudah yang dibayangkan; sikap dewasa, bijaksana harus ditanamkan dalam membina bahtera rumah tangga, maka dari itu perlunya kesiapan mental dalam menghadapi setiap persoalan kehidupan berumah tangga.

0 Response to "Kekerasan dalam Rumah Tangga"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel